Thursday, May 13, 2010

Breaking Prambanan!

Lama juga tidak update di blog ini. Belum ada banyak cerita kuliah dan arkeologi gara-gara sibuk KKN. Yap! KKN atau Kuliah Kerja Nyata. Semua anak kuliahan di Indonesia pasti pernah dan akan merasakan 2 bulan dikirim terjun ke masyarakat.

Ditaruh di daerah Prambanan tentu cukup seru buatku karena wilayahnya sendiri melimpah ruah dengan candi-candi yang berdiri bahkan gelimangan batu-batu yang akhirnya dijadikan masyarakat sekitar untuk jadi pagar rumah mereka. Di wilayah tempatku tinggal, Desa Pereng, ada juga sebuah lapangan luas yang agak cukup aneh menurut masyarakat sekitar--disinyalir ada tinggalan pula, walaupun belum sempat juga ku kunjungi. Bisa dibilang hidup berdampingan dengan bangunan arkeologis bukan jadi hal yang spesial untuk mereka.

Mereka hidup dengan damai. Ada apa dengan damai? Masih ingat ketika ditahun 2009 aku sibuk bolak-balik Desa Borobudur untuk peta hijau yang melibatkan masyarakat untuk turut serta menggali sendiri potensi desa. Nah, dari sana membuatku sedikit aware akan permasalahan yang cukup pelik antara urusan BUMN dan urusan orang lokal. Mulai dari sakit hati soal penggusuran, CSR yang tidak imbang, diskriminasi pedagang, dan pengelolaan yang buruk. Banyak cerita mengenai orang lokal versus PT. Taman di Borobudur. Namun cerita tersebut belum aku temukan di Prambanan ini. Atau belum ada yang cerita?

Pada suatu hari Minggu, ketika satu kelompok sedang suntuk berat menjalani program akhirnya kita sepakat mau jalan-jalan--refreshing sebentar. Atas ide salah seorang teman yang orang asli Pereng kita diajakin main ke Prambanan. Gratis! Ternyata setiap hari Minggu pagi, gerbang Prambanan dibuka oleh para satpam. Orang-orang yang kebanyakan dari wilayah sekitarnya bebas keluar masuk tanpa bayar. Gerbang dibuka mulai dari pukul 05.30 pagi dan nanti setelah matahari agak tinggi dengan kesadaran masyarakat sendiri mereka keluar dari area Taman.

Satpam tampak terbiasa dengan banyaknya orang keluar masuk dengan tidak membayar tiket. Meski para pengunjung 'ilegal' ini harus memanjat pagar untuk bisa masuk ke zona inti dan dengan segala tindakan super ilegal kita tetap santai menikmati matahari pagi yang perlahan meninggi di Prambanan.

Ku pikir, mungkin ini sedikit dari salah satu jalan yang bisa dilakukan untuk merangkul masyarakat. Toh, bangunan arkeologis ini seharusnya milik semua orang karena itu adalah harta negara. Disini kita tidak berhitung mengenai untung dan rugi secara statistik namun dengan sedikit membagi untuk masyarakat. Bukankah akhirnya masyarakat dapat mencicipi senangnya berada di Prambanan--meski sedikit, sehingga gesekan antara milik modal versus orang lokal dapat diminimalisir.


panjat gerbang
*diperagakan oleh model :p