Saturday, August 16, 2014

The Last Paradise in Earth

Sebetulnya agak super telat kalo menulis cerita ini, tapi teramat sayang kalo kisah ini cuman dibiarkan teronggok di sudut kenangan dalam kepala saja. Aku selalu merasa menjadi seseorang yang diberkahi keberuntungan luar biasa oleh Tuhan. Dan berkah keberuntungan itu kerap membawaku berpetualang ke tempat-tempat baru. Dengan sedikit keberuntungan, kali ini aku melakukan perjalanan semahal menjelajah benua Eropa sana, yaitu pergi menuju Raja Ampat--most people said it is last paradise in earth.

Katanya ini naik haji, kalo buat para penyelam. Bisa datang ke tempat yang selama ini cuman bisa jadi angan belaka buat orang-orang di tanah jawa. Raja Ampat kadang kala seperti sebuah mitos--layaknya kita berbincang tentang surga. Tempat eksotis--katanya, dive spot terindah--katanya, tempat wisata luar biasa seperti halnya surga--katanya. Dan perjalanan kali ini bertujuan untuk membuktikan semua yang katanya orang-orang itu bilang.



Jadi bagian dari tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional membuatku dapat melakukan perjalanan menuju 'surga' itu hanya dengan bermodal isi otak saja. Penelitian kali ini bertujuan untuk mencari potensi tinggalan arkeologis di wilayah Kepulauan Raja Ampat, Prov. Papua Barat. Lokasi penelitian ini berada di Distrik kepulauan Misool. Penelitian selama hampir seminggu di Misool ini sudah membuatku merasa seperti Indiana Jones. Tebing karang, hutan belantara, penjelajahan pulau-pulau kecil, 39 situs gambar cadas (rock art) yang tertoreh di tebing-tebing pulau karang, cave diving, susur gua, semua petualangan di alam liar itu benar-benar tak terlupakan. Sayang cuman kurang ketemu emas seberat 23 ton aja maka petualangan ini layak dijadikan film Indiana Jones dari Indonesia.


Misool memberikan kesan yang luar biasa. Melekat begitu dalam. Bukan hanya tentang lansekap alamnya yang luar biasa cantik. Tapi keramahan orang-orangnya juga. Pertama kali menginjakkan kaki di tanah Papua--wilayah paling timur dari Indonesia, membuatku separo semangat berada di tempat yang baru dan separonya takut karena stigma yang melekat dalam masyarakat selama ini membuat mereka yang berada di timur tampak seperti ter-alienasi oleh bangsanya sendiri.

Ada saat ketika gap budaya membuat adrenalin terpacu. Bahkan pakaian dalamku semapt dicuri berikut dengan sandal jepitku. Bertemu dengan pace-pace mabok di siang bolong. Tapi semau itu, entah mengapa tidak membuatku merasa negatif. Suasana tim bersama dengan orang-orang asli dari Misool yang menjadi pemandu kami membuat semua itu hanya sekedar peristiwa sambil lalu yang membuat tertawa jika mengingatnya lagi. Bersama Pak Muslim, Pak Amin, Pak Basri, Pak Korwa kami diaja menjelajahi kepulauan di Misool dengan speed boat. Dari tebing ke tebing, dari satu gua ke gua lainnya.

Semoga ada kesempatan lagi untuk mengunjungi mereka kapan-kapan!
Terima kasih Raja Ampat, untuk membiarkanku mencicipi sebuah surga di dunia. 

courtesy: Adhi Agus Oktivana, Ayu Dipta Kirana