Ketika kita menginjak usia kesekian, apakah pertanyaan itu pernah menggelembung dikepala? Sesuatu yang ada hubungannya dengan tujuan hidup dan pilihan edukasi yang dipilih. 2 minggu yang lalu saya membaca sebuah novel, Katalis. Ceritanya cukup membuat alis menurun meski tokoh-tokohnya remaja SMA namun mereka dihadapkan pada sebuah pilihan untuk menentukan masa depan. Seperti yang digambarkan salah seorang tokoh laki-laki yang cerdas, awalnya ia memlilih untuk kuliah di jurusan Sejarah Seni (Art History) dan menolak untuk harus mengikuti kemauan orang tua agar kuliah di jurusan Ekonomi Bisnis. Seems so familiar?
Namun pada akhirnya, dia memilih untuk kuliah di jurusan Ekonomi Bisnis demi melakukan sesuatu yang berguna. Bukan berarti jurusan sejarah itu tidak berguna hanya saja dia berpikir bahwa ada yang lebih banyak lagi yang bisa dilakukan untuk menolong orang atau melakukan sesuatu jika melalui pilihan jurusan tersebut.
Novel tersebut tidak serta merta memberikan efek yang besar pada saya. Sudah hampir 5 tahun saya menjalani pilihan edukasi saya ini. Belajar ilmu purbakala yang tidak populer itu. Sudah selama ini itulah saya mengalami sendiri berbagai cerita manis, pahitnya bergelut dibidang yang tidak banyak orang tahu ini. Manis, karena saya bisa jalan-jalan keberbagai daerah yang dulu saya tidak pernah bayangkan bisa kesana. Pahit, karena orang-orang kebanyakan tidak tahu ilmu kami berguna untuk apa bagi mereka. Akan tetapi, pertanyaan dari novel tersebut sempat menggelembung juga. Apa gunanya ilmu ini? Ini sedikit menambah keruwetan pikiran saya. Belum ada jawaban yang tepat yang bisa saya berikan namun dalam hati masih ada keteguhan bahwa setiap ilmu pengetahuan bukannya tidak berguna. Saya memang tidak menyelamatkan nyawa orang, tidak pula menggerakkan roda perekonomian negara, tidak membela orang miskin, apalagi menciptakan teknologi. Apa guna ilmu ini?
Kita lewati pertanyaan ini. Saya tidak bisa menjawabnya sekarang. Sejujurnya malah itu membuat saya semakin ruwet.
Oh, ya. Beberapa waktu lalu ada pembaca blog saya yang menghubungi saya. Mereka bercerita ingin memilih jurusan purbakala ini dan menjadi arkeolog. Bagi mereka dan bagi saya hingga sekarang ilmu ini memang menawarkan petualangan-petualangan eksotis. Apalagi kalau bukan gara-gara dia ini..
Saya pun tersihir gara-gara dia. Meski demikian. Bukan mau meruntuhkan impian masa kecil hanya saja saya ingin memberikan kenyataan agar tidak berharap muluk. Indiana Jones itu arkeolog tahun 1930-an dengan kondisi perang dan negara yang saling berebut kekuasaan. Nah, kalau sekarang ya bisa dibilang Indiana Jones itu cuma sekedar kriminal tukang bongkar makam. Hahaha..
Ilmu arkeologi yang lebih populer sekarang ini jauh lebih sistematis dan tidak asal ambil. Walaupun begitu, saya tidak pernah berhenti berharap suatu hari nanti saya akan memiliki petualangan yang tidak kalah spektaluler seperti dia. Mungkin saya tidak bisa menyelamatkan nyawa seseorang. Akan tetapi menghidupkan masa lalu bukanlah hal yang buruk juga.
Sejauh ini saya belum menyesali pilihan edukasi. Meski demikian harapan untuk melakukan sesuatu itu selalu ada..
No comments:
Post a Comment