Alkisah, 9 remaja yang terdiri dari 3 perempuan dan 6 laki-laki memutuskan untuk pergi melakukan perjalan menuju kota sebelah yang tidak begitu jauh untuk ditempuh namun cukup pantas untuk dikunjungi. 9 remaja itu naik kereta pukul 09.00 pagi di stasiun kota namun karena salah mengingat jadwal keberangkatan, ternyata mereka baru berangkat pukul 10.00 pagi.
Seorang perempuan diantara mereka nampak begitu bersemangat dengan perjalanan pertamanya dengan kereta api setelah hidup di dunia ini selama hampir 20 tahun. Dengan muka berseri dan segaris senyum yang nggak ada habisnya kereta berangkat menuju kota sebelah yang bernama Solo.
Begitu menginjakan kaki di sana, dengan spontan tanpa pikir panjang dan hanya dengan intuisi yang nekad. Kesembilan remaja tersebut menyusuri jalan kota yang asing dan padat dengan kaki-kaki yang kuat untuk dilangkahkan. Kaki-kaki melaju meyusuri ruas jalan utama dan jalan kecil padat penuh dengan manusia asing.
"Ke mana kita pergi?" pertanyaan-pertanyaan itu terlontar terus-menerus karena sedikit kekhawatiran akan tujuan mereka yang tidak jelas.
Namun, seorang dari mereka langsung menjawab dengan cukup meyakinkan kita semua akan berjalan menuju Kraton Surakarta yang merupakan istana keluarga kerajaan Pakubuwono yang merupakan kerajaan pisahan yang disebabkan oleh perjanjian Giyanti.
"Di manakah Kraton tersebut?" tanya salah seorang perempuan berambut cepak. Jauh diujung jalan Slamet Riyadi sana. Dan perjalan menyusuri jalan utama tersebut ditempuh dengan waktu yang cukup panjang. Demikian perjalanan itu mereka jalani dengan riang gembira ditemani sendau gurau penuh cela tanpa ampun mereka semua.
Tak terasa Kraton tersebut sudah ada di depan mata. Namun matahari bersinar cukup terik menyebabkan mereka begitu kelelahan dan penuh dengan keringat. Untung saja, tak lama kemudian mereka telah memasuki kawasan Kraton yang adem penuh dengan pepohonan. Banyak sekali benda-benda bersejarah yang dipajang di museum kraton yang mereka masuki. Unik dan penuh dengan benda-benda aneka ragam.
Inilah kejayaan masa lalu yang terus hidup.
Maka kesembilan remaja itu pulang kembali ke kota dengan penuh senyuman senang karena menghabiskan liburan yang mengasyikkan. Sembari menonton senja sore yang turun dari dalam gerbong kereta yang menuju kembali ke rumah, mereka masih tersenyum.
Ah liburan!
No comments:
Post a Comment